
Presiden Soekarno
Dr. Upi mengatakan bahwa pada tahun 1970-an di Jakarta pernah ayahnya diceritakan oleh guru Ali (nama panggilan) adalah seorang guru pada Sekolah Dasar Lawele Kabupaten Buton Sulawesi Tenggara, yang mana dia lari meninggalkan pulau Buton menuju Jakarta ketika terjadi move peristiwa tahun 1969 tentang issue Partai Komunis Indonesia di pulau Buton yang dikumandangi oleh Letkol Arifin Sugiyanto. Dikatakan dengan sangat yakin tanpa ragu-ragu bahwa Soekarno itu merupakan orang Buton. Untuk mengecek kebenaran kisah ini maka sekitar pertengahan tahun 1970-an di Jakarta guru Ali melalui perantara La Ode Asadi dipertemukan dengan La Ode Muhammad Tooha. Dan selanjutnya La Ode Muhammad Tooha (Lakina Kumbewaha) mengantar langsung guru Ali ke rumah kediaman Sukmawati Soekarno Putri. Setelah ketemu dan melakukan konfirmasi masalah kisah tersebut dengan Sukmawati Soekarno Putri yang merupakan anak ke-empat dari Presiden Republik Indonesia Pertama Soekarno dari ibunya bernama Fatmawati, maka seketika itu juga Sukmawati Soekarno Putri mengatakan bahwa :… “pernah Bapak (Soekarno) menceritakan kepada mereka (sekeluarga) bahwa kakeknya adalah seorang haji yang tinggal di pulau Buton”… “Dan mereka akui bahwa nenek mereka itu berasal dari pulau Buton”.
Sukmawati Soekarno Putri
Dan setelah mengatakan itu semua, Sukmawati menambahkan bahwa Soekarno melarang lagi mereka semua untuk mengingat itu semua dengan alasan bahwa mereka sudah tinggal dan besar di pulau Jawa. Berdasarkan informasi ini, La Ode Muhammad Tooha dan guru Ali mengadakan penyelidikan dan konfirmasi sejarah, maka setelah didapat titik terang maka disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan seorang haji adalah haji Pada. Namun demikian penafsiran haji Pada dimaksud belum bisa dibuktikan secara epistemologis, mengingat bahwa orang-orang sakti pada zamannya di pulau Buton yang memiliki gelar haji dimana mereka dapat pulang pergi hanya sekejap mata di atas sajadah sudah dapat menghilang dan muncul begitu saja di tanah Mekkah bukan saja haji Pada tapi juga bisa Saidi Rabba atau Kinipulu Bula yang dikenal dengan nama Syech Haji La Ode Ganiyu. Setelah penulis mendengarkan cerita tersebut, lantas seketika penulis terkesima dan mengatakan bahwa yang dimaksud Sukmawati Soekarno Putri tersebut bahwa neneknya seorang haji dari pulau Buton yang benar adalah Syech haji La Ode Ganiyu. Dan La Ode Moane Oba yang sedang menceritakan kisah ini kepada penulis terkesima mendengarkan penjelasan saya dan mengatakan bahwa mungkin itu benar!?. Penulis ceritakan kepada La Ode Moane Oba bahwa pada tahun 1981 sampai 1982 lalu di Makassar pernah terjadi hampir selama tiga bulan berturut-turut setiap habis selesai shalat Magrib, penulis masuk duduk di ranjang (tempat tidur) dan secara ghaib langsung ditemani oleh Soekarno untuk berdialog dan sekaligus diajarkan tentang ilmu Negara dan Ketatanegaraan Indonesia. Selang waktu dialog pengajaran berlangsung antara 15 sampai 25 menit, selama proses dialog napas penulis terasa sesak dan agak berat, namun dialog cukup berjalan lancer. Kejadian semua ini atas perkenan dan izin Allah Subhana Wata’ala. Dia (Soekarno) memperkenalkan kepada penulis bahwa ghaib yang mengikuti dirinya atau roh yang sering menemani dirinya adalah Kinipulu Bula. Kinipulu Bula dikalangan petinggi kesultanan Buton dikenal dengan nama Syech haji La Ode Ganiyu, orang ini tergolong manusia langkah asal keturunan para wali di pulau Buton dan selama hidupnya pernah menjadi imam masjidil haram di Mekkah selama 7 tahun berturut-turut dan pernah menjadi dosen tamu atau dosen luar biasa pada Universitas Al zhar Mesir dan disana pernah menulis sebuah buku yang sangat terkenal berjudul” “AJONGA INDAMALUSA”. Buku ini pada zamannya sangat digemari oleh para golongan tassauf dikalangan bangsa arab dan sayang sekali buku ini tidak bisa dijumpai di Indonesia dan sekarang ini sudah hilang di perpustakaan Universitas Al Azhar kecuali tinggal katalognya.
Soekarno Ikut Kehebatan Siapa...!
Dalam pengasingannya di Buleleng Bali , dia sering setiap waktu melihat anak gadis dengan paras cantik merupakan anak petinggi Kerajaan yang bernama Nyoman Pesek. Rupanya anak gadis dengan paras cantik ini bernama Ida Ayu Nyoman Rai dengan nama panggilan Srimben yang merupakan anak kedua Nyoman Pesek dengan ibunya bernama Ni Made Liran. Maka selang beberapa waktu, diapun memberanikan diri untuk menghadap ayah anak gadis cantik tersebut yang tak lain bernama Nyoman Rai Srimben atau Ida Ayu Nyoman Rai dan sekaligus mengemukakan hajatnya untuk melamar anak gadis tersebut. Ayah anak gadis tersebut sangat marah ada orang berani melamar anak gadisnya tanpa dia ketahui asal muasal keturunannya. Sang ayahpun berkata : “kok kamu beraninya melamar anak saya sendiri!, kamu dari keturunan mana?. Dia mengatakan bahwa saya suka anak Bapak dan mau jadikan istri…, Saya dari Buton, asal keturunan bangsawan Buton!. Ayah Ida Ayu Nyoman Rai tak percaya, dan sang ayah mengatakan mana tanda-tanda yang bisa meyakinkan bahwa kamu adalah orang dari asal Bangsawan Buton?. Karena dia ditolak, maka diapun pulang kembali keperkampungan nelayan di Buleleng sambil berpikir apa yang mesti dia lakukan agar sang ayah bisa percaya dia bahwa dia adalah anak Bangsawan dari Buton. Karena dia (La Ode Muhammad Idris) adalah juga memiliki garis keturunan para wali, maka diapun dengan mudah mendapat petunjuk ghaib untuk meyakinkan ayah dari Ida Ayu Nyoman Rai tersebut. Maka beberapa hari kemudian dibawahnya keris pusaka sakti (To'bo) pulau Buton berkepala burung dan langsung kembali menuju kediaman Nyoman Rai Srimben untuk menemui Nyoman Pesek dalam meyakinkan bahwa dia adalah keturunan bangsawan pulau Buton. Dan setelah ketemu dengan sang ayah, maka diperlihatkanlah keris sakti pusaka leluhurnya dari pulau Buton dan alangkah kagetnya sang ayah melihat keris tersebut sama seperti keris yang sering dibawah oleh sultan Buton bila sedang ada acara pertemuan antar kerajaan baik dilakukan di pulau Bali maupun di Makassar . Dan seketika itu juga sang ayah sangat yakin dan mengatakan bahwa saya percaya kamu adalah keturunan bangsawan pulau Buton.
Dalam kisah singkatnya, maka kawinlah La Ode Muhammad Idris dengan Ida Ayu Nyoman Rai dan tak lama kemudian lahirlah Soekarno kecil di Buleleng pulau Bali (6 Juni 1901) . Namun masa kebahagiaan mereka hanya berlangsung singkat selama lebih kurang tiga tahun lamanya. Kemudian karena sesuatu hal penting terjadi masalah perselisihan antar golongan bangsawan di Pemerintahan Kesultanan Buton antara tahun 1911 sampai 1914, maka ketika itu diutuslah petinggi khusus istana untuk pergi mencari sekaligus menjemput La Ode Muhammad Idris karena hanya dengan keahliannya dapat menyelesaikan perselisihan antar golongan yang terjadi tersebut. Maka pulanglah ayah biologis Soekarno yang diperkirakan usia Soekarno kecil baru menginjak tiga tahunan. Selama La Ode Muhammad Idris meninggalkan Buleleng Bali kembali ke pulau Buton tak ada kabar berita juga tidak menafkahi lahir dan bathin Ida Ayu Nyoman Rai. Maka diapun hidup sendiri membesarkan Soekarno kecil hingga usia Soekarno menginjak lima tahunan. Waktupun berjalan, Ida Ayu Nyoman Rai melalui perantara sahabat dekatnya bernama Made Lestari memperkenalkan dia dengan seorang guru bernama Raden Soekemi Sosrodihardjo. Dan selanjutnya bapak ini menaruh hati dan jatuh cinta dengan Ida Ayu Nyoman Rai lalu dibawah larilah ibu Soekarno kecil itu ke Surabaya yang hampir saja menimbulkan pertumpahan darah akibat dari persitiwa ini. Dan Raden Soekemi inilah yang pada akhirnya menjadi ayah Soekarno dan yang telah membesarkannya sebagaimana diriwayatkan dalam lembaran sejarah Indonesia.
Dalam pemaparan kisah ini walaupun masih dalam diskripsi primordial dalam konteks ontologis, namun diharapkan ada pihak-pihak yang dapat menindaklanjuti secara aksiologis untuk menelitinya secara konprehensif. Oleh karena itu masih diperlukan penelitian mendalam lebih lanjut yang dilakukan oleh para ahli sosiologis kontemporer, para ahli sejarah dan budaya, para ahli ethonologis sehingga diharapkan dapat menguak tabir dibalik kisah ini sekaligus dapat memberikan diskripsi sejarah Indonesia yang benar mengenai asal muasal keturunan Soekarno sebagai Presiden pertama Republik Indonesia agar masyarakat Indonesia dapat mengetahui kebesaran pulau Buton pada zamannya.****